Feb 9, 2009

Ospek Berbuah Duka

Minggu, 8 Februari kemarin, sesosok tubuh kaku terbujur di RS Borromeus Bandung. Sosok tubuh kaku itu adalah Dwi Yanto (20), mahasiswa Teknik Geodesi Instittut Teknologi Bandung. Beritanya simpang siur. Ada yang mengatakan bahwa pihak RS Borromeus sempat melakukan tindakan sebelum akhirnya Dwi Yanto meninggal. Ada juga yang mengabarkan bahwa Dwi Yanto saat datang sudah dalam keadaan tak bernyawa sehingga RS tak sempat melakukan tindakan apapun. Berita tentang sebab-sebab kematian Dwi Yanto juga tidak jelas. Dan kayaknya itu tak akan pernah menjadi jelas karena pihak keluarga tidak mengizinkan otopsi. Ketidakjelasan itu semakin membuat tanya ketika pihak keluarga menyatakan bahwa Dwi Yanto tidak pernah memiliki penyakit serius. Satu yang sudah jelas adalah Dwi Yanto meninggal saat mengikuti ospek jurusan. Satu lagi contoh kematian sia-sia-kah?


Ospek. Rasanya sudah dari dulu aku mendengar 'ada yang meninggal' saat mengikuti ospek. Tapi budaya ospek tetap saja ada. Seolah ingin melanggengkan kabar seram 'ada yang meninggal' saat mengikuti ospek. Sebenarnya apa sih gunanya ospek? Wahai MUI bisakah kalian meluangkan waktu sejenak untuk ber-ijtima' tentang ospek? Duhai Gubernur Jabar dapatkah kau istirahat sebentar dari memikirkan goyang pantat (maaf) jaipong guna membahas ospek ini? Ayo semuanya... tolong beri aku pencerahan tentang manfaat besar di balik ospek. Tak ada suara tak ada jawab. Semua diam. Menambah keyakinanku bahwa memang ospek itu tidak penting. Saat kau lulus kuliah nanti, yakinkah kau bahwa mereka-mereka di lingkungan kerja yang akan kau masuki, peduli dengan pengalaman ospekmu di masa lampau? Saat kau melamar seorang gadis nanti, perlukah kau menyusun laporan tentang pengalaman ospek lampaumu untuk calon mertua? Dan saat kita berpulang nanti, yakinkah kau bahwa surga hanya dicipta untuk orang-orang yang mempunyai pengalaman ospek di masa lalunya? Ospek hanya dan cuma akan menjadi sepenggal memori. Itu kataku.

Dan sepenggal memori sangat rentan untuk dinafikan. Makanya sebelum penggalan memori tentang ospek-ospekku menjadi sesuatu yang terlupakan, aku ingin menuliskannya disini. Untuk melihat lagi benarkah ada manfaat yang telah kudapat dari ospek-ospek yang pernah kuikuti. Aku pernah mengalami beberapa kali ospek. Saat masuk SMA, terima kasih kepada Allah aku masuk bertepatan dengan saat pemerintah melarang keras kegiatan ospek dan menggantinya dengan penataran P4. 'Coba kamu... iya kamu... apa hukumannya jika bapakmu yang PNS tidak mencoblos golkar?' ha.. ha.. ha.. Saat itu Gus Mus berkata, 'negeriku telah menguning'.

Sebenar ospekku yang pertama adalah saat masuk Politeknik Undip Semarang. Di sini aku mengalami dua kali perploncoan. Seminggu diplonco menwa di kampus Tembalang lalu dilanjutkan 3 minggu diplonco di pusat latihan tempur (puslatpur) Klaten oleh bapak-bapak tentara. Semuanya aku jalani dengan kepala plontos dan berseragam ijo-ijo ala tentara. Mereka menyebutnya dengan latsarmil, latihan dasar kemiliteran. Aku dulu sempat heran, mau jadi ahli madya teknik aja kok musti digojlok ama tentara segala. Konon sih biar kami menjadi sosok yang berdisiplin dan berdaya juang tinggi. Kalau kuingat-ingat lagi, 'kok aku bisa tahan ya?' Ada satu kejadian yang masih bertahan di ingatan. Saat seminggu di plonco menwa, kami diwajibkan tidur di tenda-tenda tentara yang didirikan di lapangan sepak bola politeknik. Acara perploncoan berlangsung dari pagi sampai menjelang maghrib. Aku lupa kegiatannya apa saja. Yang jelas selalu ada tugas untuk di bawa besok paginya. Nah suatu hari masing-masing kami ditugaskan untuk membawa satu ekor lalat betina plus isi pensil mekanik seri HB 5 batang. Tampa pakai lama, kami semua memutuskan bahwa tugas itu tugas yang mengada-ada dan tanpa menunggu fatwa dari MUI kami memutuskan tugas itu haram hukumnya untuk dilaksanakan. Esok harinya ketika ditanya, 'siapa yang tidak melaksanakan tugas?' Kami semua maju ke depan. Si menwanya kaget, 'ada apa ini, kalian mau melawan ya?' Tidak dinyana di tengah-tengah kami ada yang menjawab, 'kalau iya mau apa?' Si menwa semakin marah, 'yang bicara maju ke depan.' Kami semua sekali lagi maju ke depan. Si menwa lalu menarik salah satu dari kami, digelandang ke pos panitia. Gantian kami yang marah, kami pun mengejar si menwa untuk dipukuli rame-rame. Ha..ha..ha.. menwa arogan itu lari terbirit-birit.

Aku cuma setahun di politeknik undip. Lalu pindah ke UGM untuk melalui pengalaman ospekku yang kedua. Saat itu ada wanti-wanti dari rektor, 'yang ketahuan melakukan ospek kebangetan, keluar dari ugm'. Jadi ya gitu... yang banyak mengancam malah peserta ospeknya, 'kakak mau, saya laporkan ke rektor?' Saat itu saya lihat juga panitia ospeknya cepet sekali panik dan pias jika ada peserta yang tiba-tiba jatuh. Padahal kami memang sengaja bergiliran pura-pura pingsan. Yang paling berkesan cuma satu, yaitu saat kegiatan mengumpulkan buku bekas. Tiba-tiba salah seorang panitia berteriak, 'siapa ini yang mengumpulkan buku nick carter?' Dan ha..ha..ha.. dengan lugunya salah satu teman mengangkat jari dan maju ke depan. Sejak itulah dia dipanggil si saru. Lalu jurusan mengadakan ospek tersendiri. Tak ada yang bisa kuingat dari ospek jurusan ini. Aku bahkan gak ingat apakah aku mengikutinya atau tidak. Gak penting lah. Cuma konon saat itu ada satu teman seangkatan yang tidak mengikutinya. Dan karena ada ancaman bahwa yang tidak punya sertifikat ospek tidak boleh mengajukan bea siswa dan mengikuti kegiatan non akademik lainnya di kampus, maka sang teman ini pun mengikuti ospek jurusan bareng adik-adik angkatan. Lalu dia meninggal dalam kegiatan ospek tersebut. Padahal saat itu panitia ospeknya adalah teman-teman angkatan dia juga. Aku tidak ingat bagaimana kejadian persisnya, aku bukan salah satu panitia ospeknya. Kan sudah kubilang... bagiku, ospek itu tidak penting.

Setelah kutulis lagi apa yang kuingat dari pengalaman ospekku, ternyata memang tidak ada manfaat besar yang bisa kita peroleh dari pelaksanaan ospek. Jadi... yuk kita hilangkan budaya ospek.

0 comments:

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP